Khawatir Krisis Guru PAI: Direktur PAI Minta FTK Tetap Perketat Seleksi Masuk PTI
Dok. Edu/ Abu |
EDU -Jawa
Timur dalam sepuluh tahun mendatang diprediksikan mengalami krisis guru PAI,
hal ini sampaikan oleh Wagub Jatim, Saifullah Yusuf dalam sambutannya (02/12/2017)
pada Kongres Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) di Gedung
Jatim Expo.
Hal
tersebut menjadi peluang besar bagi mahasiswa yang berada di Fakultas Tarbiyah,
akan tetapi hal ini juga harus ditunjang dengan kualitas yang baik. “Dengan
jumlah yang cukup saja, belum menjamin mutu, apalagi jumlah yang kurang,”
terang Unang Rahmat salah satu perwakilan dari Direktur PAI.
Dalam
mengatasi hal ini Direktorat Jendral Pendidikan Islam (Diktis) akan melakukan
reformasi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) di seluruh Perguruan Tinggi
Islam baik negeri maupun swasta. Diktis akan membawai Perguruan Tinggi Islam
yang di dalamnya terdapat Fakultas Tarbiyahnya agar tidak hanya menghasilkan calon
guru, kata Unang Rahmat.
Diharapkan
Fakultas Tarbiyah mampu menghasilkan calon guru yang tidak gagap akan perubahan
dan menghadapi tantangan yang kekinian, seperti halnya radikalisme, ektrimisme,
dll. “Kami menemukan, banyak mahasiswa di
Fakultas Tarbiyah ada yang belum bisa baca Al-qur’an,” ujar dia. Hal ini
menjadi tantangan bagi Fakultas Tarbiyah dalam merekrut calon mahasiswa diharapkan
membuat seleksi yang ketat, minimal bisa membaca Al-Qur’an, tambah Unang
Rahmat.
“Perkiraan
sepuluh tahun mendatang jumlah guru PAI di Jawa Timur hanya sekitar 10 ribu
guru,” ucap Gus Ipul dalam sambutan di Kongres AGPAII. Hal itupun dibenarkan oleh pihak Direktur PAI,
masalah krisis guru tidak hanya terjadi di wilayah Jawa Timur namun juga
nasional, “hal ini akan menjadi trend nasional,”
kata Unang Rahmat selaku Perwakilan Direktur PAI.
Gus
Ipul ini menerangkan kondisi tersebut lantaran belum diangkatnya kembali guru
atau sertifikasi guru PAI oleh Menteri Agama. Selain itu, dijelaskan oleh Unang
Rahmat selaku perwakilan Direktur PAI menyatakan kondisi tersebut disebabkan banyaknya
guru PAI yang sudah pensiun, beralih profesi lain, dan guru yang meninggal
tidak sebanding dengan jumlah guru yang diangkat.
Terkait
pengangkatan guru atau proses sertifikasi, Kepala Sub Direktorat PAI
menjelaskan jika sertifikasi adalah proses bagaimana guru harus memenuhi
persyaratan guru dan sikap profesional. “Begitu menyebut sertifikasi yang
terbayang tunjangannya,” jelas Kepala Sub Direktorat PAI.
“Terjadi
kesalahan orientasi, padahal yang dianamakan sertifikat proses bagaimana sertifikasi
itu dituntut untuk memenuhi persyaratan,” tegasnya. Jika guru sudah memenuhi
keprofesian lalu kewajiban pemerintah untuk menghargai profesi guru. Guru mempunyai
hak untuk mendapatkan tunjangan, pemerintah punya kewajiban untuk memebuhi
hak-hak itu. “Guru punya kewajiban,
pemerintah punya kewajiban,” ucap Unang Rahmat.
Melihat
nasib guru-guru sekarang yang belum diangakat (Red, tersertifikasi), namun sampai tahun ini peminat profesi
keguruan tidak menunjukkan angka kemunduran. “Di berbagai Perguruan Tinggi Fakultas
Tarbiyah masih tergolong masif,” terang Unang Rahmat.
Dengan
antusias calon mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan tidak menghindari adanya
kekurangan guru PAI pemerintah diharapkan memberikan bukti kepada para guru.
“Berikan
bukti, jangan hanya janji, diantaranya memenuhi
memberikan sertifikasi, melakukan pengangkatan secara bertahap mungkin
akan mampu merubah citra dan orientasi berfikir remaja,” Unang Rahmat memberi
saran.
“Ini
tantangan bagi pemerintah, di samping bagi yang sudah menjadi guru, harus
menampilkan bahwa ia menjadi guru yang layak atau idola,” pungkas dia.
(Zlf)
2 komentar
Memang kita harus mencari guru yang berkualitas dengan seleksi-seleksi yang ketat. Akan tetapi seleksi tersebut itu akan kalah dengan limpahan uang. Dan nepotisme juga merupakan penghabat untuk seleksi ini. Seleksi ini hanya sekedar formalitas jika semua itu tidak bisa hilang di negara ini
Ya betul sekali, itu realitas yang senyap dan sudah menjadi rahasia umum. memang permasalahan yang sulit untuk dihilangkan, bahkan di lingkungan pendidikan justru menjadi praktik yang demikian. semoga saja sedikit demi sedikit kultur seperti itu dapat tertepis ya setidaknya perubahan dari alam diri. salam pendidikan
Posting Komentar