Pendidikan Multikultural bagi Anak-Anak
Dok Edu|Malik |
Oleh: Abu Aman
Dalam buku Pendidikan Multikultural, Choirul Mahfud menyatakan,
pendidikan multikultural adalah melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan
pandangan dasar bahwa sikap “indference dan non-recognition tidak
berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi mencakup subjek-subjek
ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan lain sebaginya.
Secara sederhana dapat dipahami, pendidikan multikultural
adalah sikap yang memandang semua orang sama tanpa ada sekat antara sesama.
Baik itu, dari kalangan menengah keatas dan menengah kebawah. Dalam istilah agama
Hindu-Budha dikenal dengan kasta brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan pria sumuanya dalam
satu wadah yang sama.
Pendidikan multikultural konsep yang relevan diajarkan
terhadap anak-anak, guna membagun kesadaran toleransi dan menghindari kekeras secara psikis.
Sebab pendidikan multikulturan merupakan jembatan untuk hidup di Indonesia yang
memiliki keanekaragaman yang pelik untuk dipahami.
Selain itu, anak-anak akan merasa nyaman untuk berteman tanpa
melihat latar belakang temannya. Jika anak-anak sudah terbiasa hidup bersama
dengan orang-orang yang berbeda, maka akan tercipta pemahaman bahwa perbedaan tidak untuk
dibedakan.
Melihat anak-anak sebagai generasi bangsa dapat dikiaskan, seperti kertas putih bersih. Ketika
anak diajarkan bertutur kata dengan santun akan berkata dengan sopan kepada
orang lain. Namun,
saat anak diajarkan berbicara dengan kasar akan terbiasa untuk
berkata kasar pula.
Bukan tidak beralasan, dunia anak adalah dunia yang sangat
kosong, belum tersentuh apapun kecuali rasa ingin tahu dalam dirinya. Rasa
ingin tahu yang melekat pada diri anak-anak, ketika menyaksikan pertama kali hal
yang baru, akan langsung diikuti. Sebab anak-anak belum tahu mana yang baik dan
yang buruk.
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia melaporkan bahwa,
79, 5 persen peserta didik memilih agama dalam memilih teman. Dan juga, 1 dari
4 anak dibully kerena agamanya. Atas dasar berbedanya keyakinan setiap peserta
didik, terjadilah sekat antar mereka.
Sedangkan menurut riset Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia (Kemendikbud) menyatakan, masih ada sikap intoleransi di
sekolah. Terjadinya intoleransi disebabkan karena soal mayoritas atau karena
bukan dari satu golongan.
Konsep yang terkandung dalam pendidikan multikultural
Choirul Mahfud memiliki nilai yang relevan bagi anak-anak supaya memiliki sikap
toleransi terhadap sesama.
Pertama, people of color. James Banks mendefinisikan,
pendidikan multikultural akan memberikan asumsi yang baik, bahwa perbedaan
adalah hal yang biasa yang tidak perlu dipermasalahkan dan menjadi unsur pemecah
belah antar sesama.
Jika melihat dunia adalah dunia penuh perbedaan dan spektrum.
Ada malam dan siang, ada laki-laki dan perempuan dan lain sebagainya. Oleh
karena itu, perlulah ditanamkan arti sebuah perbedaan dengan sikap toleransi
dan semangat egaliter.
Kedua, rasa kemanusiaan. Sebagai mana dalam tulisan-tulisan
tokoh toleransi-Abdurrahman Wahid, untuk pempersatukan umat manusia hanya bisa
dipandang dari segi kemanusiaan. Sebab ketika dilihat dari rasa kemanusiaan
tidak lagi memandang siapa agamanya dan latar belakangnya.
Ketiga, mencintai budaya. Potret kemajuan peradaban dunia
semakin menyilaukan pandangan manusia. Menjadikan mahkluk semakin egois dan
tidak memikirkan dampaknya. Kamajuan dunia bukan saja membuat hidup terasa
lebih sejahtera dan nyaman.
Melainkan tantangan demi tantangan di dunia samakin pesat dan menggelapkan
mata.
Jika kemajuan dunia dapat mengikis toleransi. Anak-anak
haruslah lebih ditekankan untuk mencintai budaya sebagai upaya mempersatukan
rasa persaudaraannya. Dengan mencintai budaya akan menciptakan masyarakat yang
berperadaban. Untuk itu, kebudayaan yang ada sebagai pengikat untuk selalu menjaga
hubungan agar selalu harmonis.
Seandainya anak-anak lebih di kenalkan terhadap ragam perbedaan yang
dimiliki bumi pertiwi ini. Sikap toleransi anak akan sedari kecil dan menjadi
karakter sampai dewasa. Pepatah mengatakan, saat memberi pemaham sejak kecil
seperti merawat pohon. Ketika pohon itu bengkok akan gampang diluruskan. Namun
ketika sudah tua, pohon itu susah untuk diluruskan, bahkan bisa patah.
Tidak ada komentar
Posting Komentar